Pulau Sabu Dalam Kuasa Para Dewa


Sampai hari ini,mayoritas masyarakat Sabu memeluk agama Kristen Protestan. Sampai hari ini pula, mereka masih mempertahankan kepercayaan adat. Mereka memiliki agama adat yang di sebut Agama Jingitiu. di dalamnya terdapat para dewa atau Deo, serta tokoh gaib yang memiliki kekuatan metafisis.

Masing-masing dewa, dalam kepercayaan masyarakat, diyakini berasal dari roh para leluhur. Atas keyakinan itu pula, mereka mempercayai bahwa roda kehidupan sehari-hari ada dalam kuasa para dewa. Semua yang ada dibumi (Rai Wawa) berasal dari Deo Ama atau Deo Woro Deo Penyi (dewa pembentuk dan pencipta).

Kendati sosoknya amat misterius, namun Deo Ama sangat dihormati sekaligus ditakuti. Menurut kepercayaan, dibawah Deo ama terdapat beberapa roh yang mengatur kegiatan musim. Diantaranya, musim kemarau yang diatur oleh Pulodo Wadu, serta musim hujan oleh Deo Rai. Penghormatan kepada Dewa diwujudkan melalui upacara adat. upacara yang disakralkan lewat sajian pemotongan hewan ini, dipimpin oleh Deo Pehami, atau orang yang dilantik dan diurapi. Tiap-tiap upacara bertujuan melindungi tiga sumber kehidupan, yakni pertanian, peternakan, penggarapan laut dan kehidupan manusia.

Selain itu, upacara juga menghormati tiga mahluk gaib penjaga langit (Liru Balla), bumi (Rai Balla) dan laut (Dahi Balla). Masyarakat Sabu juga memiliki pembawa hujan yaitu angin barat (Wa Lole), selatan (Lou Lole) serta dari timur (Dimu Lole). Hampir disemua kegiatan, masyarakat sabu melibatkan kuasa para dewa. Bahkan, untuk menyadap nira pun, bayangan akan dewa tak bisa hilang.

Setiap kali menyadap, mereka meminta suport supranatural dari Dewa Mayang, selanjutnya saat menampung diwadah Haik, giliran Dewa penjaga Wadah yang "bekerja". Pada proses pemasakan Nira menjadi Gula Sabu, mereka meminta perlindungan dari Haba Hawu dan Jiwa Hode yang bertugas menajga kayu bakar. Diluar pembuatan gula, masyarakat pulau sabu juga "memanggil" dewa untuk kegiatan mata pencarian utama, misalnya bercocok tanam. agar ladang dan sawah tetap tetap subur dan tanaman tumbuh menghijau, tak lupa mereka meminta " Dewa Mangaru dan Dewa Putri Agung

Dewa terakhir masuk dalam kelompok dewa wanita. Dewa Putri Agung bertugas mengawal musim hujan. Perlindungan untuk mata pencaharian utama juga berlaku pada bidang peternakan. Setiap ternak memiliki dewa sendiri-sendiri, misalnya Deo Pada untuk kambing, serta Dewa Mone Balla untuk gembalanya.

SAKRAL

Untuk kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti membangun perkampungan, kehadiaran para dewa tetap diperhitungkan. Untuk menjaga kampung, mereka mempercayakan kepada Dewa Uli Rae, mengemudikan atau mengarahkan kampung bagian dalam sisi timur diserahkan kepada Dewa Maki Rae sedangkan untuk menangkis bahaya, permintaan tolong jatuh kepada Dewa Aji Rae dan Tiba Rae.

Tak hanya perkampungan, rumahpun tak luput dari sentuhan para Dewa.sebelum dan selama membangun rumah, masyarakat sabu harus mengelar upaca untuk mengormati semangat atau hemanga Adat. Ungkaapan sakral yang terucap selama upacara adalah wie we worara webahi (jadikanlah seperti tembaga besi). Dalam masa tertentu, rumah-rumah mereka juga menyediakan sesajen untuk Dewa Deo Ama Deo Apu atau dewa bapak dewa leluhur. Mereka percaya bahwa kedua dewa adalah titisan roh leluhur yang sudah meninggal.

Selain dewa pelindung, masyarakat Sabu juga meyakini keberadaan dewa perusak, salah satunya adalah Dewa Wango yang bertempat tinggal dilaut. Dewa ini dikenal sebagai penyebab segala macam penyakit, hama tanaman, angin ribut, serta serta sejumlah bencana. Karena itu, kepadanya harus dibuat upacara kusus untuk mengembalikannya kelaut. dengan tindakan ini, mereka percaya akan selamat dari bermacam musibah.

Setelah itu mereka juga kerap menggelar upacara untuk sang Banni Ae, dewa wanita yang rajin menurunkan becana. Menurut mereka, meninggalkan atau melalaikan upacara untuk Banni Ae sama halnya membiarkan sang dewa menyemburkan amarah. Jika tidak sabar besar kemungkinan Banni Ae akan memeras payudaranya, dan jika menimpa manusia bakai menimbulkan penyakit cacar.

Bersamaan upacara penangkal baya, masyrakat sabu juga rajin melakukan upacara Ruwe, yakni upacara untuk menetralkan pelanggaran. Setelah selesai, tugas akhir adalah menjalankan tetuah Dewa Deo Heleo. Kenapa? Karena Deo Heleo adalah dewa yang tak pernah bosan mengawasi gerak-gerik seluruh masyarakat sabu. Mengabaikan pengawasannya berarti memanggil bencana.
Title: Pulau Sabu Dalam Kuasa Para Dewa; Written by Unknown; Rating: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar